DISSECTING OJK REQUIREMENTS FOR COMPANIES THAT GO PUBLIC THAT ISSUE SHARIA SHARES
MEMBEDAH PERSYARATAN OJK BAGI PERUSAHAAN GO PUBLIC YANG MENERBITKAN SAHAM SYARIAH
DOI:
https://doi.org/10.36526/sosioedukasi.v14i1.5347Abstract
Banyaknya jumlah penduduk muslim di Indonesia yakni sekitar 207 jiwa sangat berpeluang bagi perusahaan yang akan melakukan go public dengan menjual saham syariah di Pasar Modal. Karena umat muslim selalu dalam segala aktifitasnya selain ingin memperoleh keuntungan duniawi, acapkali juga mempertimbangkan aspek akhirat sebagai tujuan dalam aktifitas bisnisnya sehingga perusahaan-perusahaan yang mencari pendanaan melalui mekanisme go public dapat mempertimbangkan untuk menerbitkan saham syariah daripada saham konvensional. Faktanya banyak perusahaan-perusahaan yang diklasifikasikan sahamnya kedalam saham syariah oleh OJK, padahal telah diketahui perusahaan tersebut tidak memiliki nama syariah atau dalam melakukan kegiatan tidak memiliki platform syariah sehingga apa yang mendasari OJK memutuskan untuk menyatakan sebagai saham syariah. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif yang penguraiannya bersifat deskriptif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dengan data-data sekunder dan bahan hukum primer dan sekunder berupa peraturan perundang-undangan dan fatwa Majelis Ulama serta pendapat para ahli dalam buku-buku. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ternyata tidak harus menjadi perusahaan yang berlabelkan syariah untuk menerbitkan saham syariah, namun perusahaan konvensional yang sama sekali tidak berlabelkan Islam tetap dapat mengeluarkan saham syariah atau sahamnya dapat dikelompokan sebagai saham syariah asalkan memenuhi persyaratan OJK yang terdapat dalam POJK Nomor 35/2017 yang mengatur pada dua aspek utama yaitu aspek kegiatan usaha tidak boleh melanggar hukum Islam seperti memiliki kegiatan usaha minuman keras, judi, prostitusi, melanggar lingkungan hidup dan lain sebagainya yang sifatnya merusak dan aspek keuangan yaitu tidak memiliki hutang riba diatas 45 % serta tidak memiliki pendapat riba ditas 10 % sehingga walaupun bukan perusahaan syariah tetap sahamnya dapat dikelompokkan sebagai saham syariah.