THE CONCEPT OF MASHLAHAH ACCORDING TO THE VIEW OF RAMADHAN AL-BUTHI DAN NAJMUDDIN AT-THUFI
KONSEP MASHLAHAH MENURUT PANDANGAN RAMADHAN AL-BUTHI DAN NAJMUDDIN AT-THUFI
Abstract
Fenomena penggunaan akal yang terkadang melampaui batas dalam istinbat hukum Islam menjadi kegelisahan Ramadhan al-Buthi. Mashlahah dalam pandangan Ramadhan al-Buthi bukan merupakan dalil yang sifatnya independen, melainkan harus didukung dengan dalil lainnya. Oleh karenanya, menanggapi fenomena tersebut Ramadhan al-Buthi membuat batasan dalam konsep maslahah. Menurut Ramadhan al-Buthi dalam bukunya Dhawabith al-Mashlahah fi as-Syari’ah al-Islamiyyah, mashlahah dapat diakomodir menjadi hukum syara’ apabila memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut: Pertama, bahwa mashlahah masih dalam ruang lingkup tujuan syari’ (maqashid as-syar’iyyah). Kedua, tidak bertentangan dengan al-Qur’an. Ketiga, tidak bertentangan dengan sunnah. Keempat, tidak bertentangan qiyas, dan kelima tidak bertentangan dengan kemashlahatan yang lebih tinggi. Dalam pandangan Ramadhan al-Buthi konsep mashlahah meliputi hifdz addin, hifdz an-nafs, hifdz al-aql, hifdz an-nasl, hifdz al-mal. Implementasinya tentunya berdasarkan urutannya. Kemaslahatan yang lebih tinggi harus didahulukan terhadap kemaslahatan yang lebih rendah. Sedangkan pandangan at-Thufi tentang mashlahah merupakan dalil tersendiri dan mandiri di luar teks, sehingga akal bebas menentukan kemaslahatan dan kemafsadatan. Dengan demikian secara epistemologis, at-Thufi lebih menempatkan posisi akal dari pada wahyu dalam menentukan kemashlahatan dan kemafsadatan hukum.