Representation of Trauma and Identity Transformation in Games Contemporary Japanese Horror: Silent Hill F
Representasi Trauma dan Transformasi Identitas dalam Game Horor Jepang Kontemporer Silent Hill F
DOI:
https://doi.org/10.36526/santhet.v9i5.6491Keywords:
Representasi trauma, transformasi identitas, game horor Jepang, budaya kontemporer, Silent Hill FAbstract
Penelitian ini mengkaji representasi trauma dan transformasi identitas dalam video game Silent Hill F sebagai teks budaya interaktif dalam konteks horor Jepang kontemporer. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode analisis tekstual, penelitian ini berfokus pada elemen-elemen naratif, visualisasi tubuh, simbolisme budaya, dan dinamika karakter yang membentuk pengalaman horor yang liminal dan afektif. Teori trauma dari Cathy Caruth (1996) digunakan untuk menafsirkan narasi yang terfragmentasi dan atmosfer yang menghantui, sementara konsep abjection dari Julia Kristeva (1982) membantu membaca tubuh monster dan transformasi karakter sebagai ekspresi gangguan identitas. Teori representasi dari Stuart Hall (1997) menjadi kerangka untuk memahami konstruksi makna melalui simbol-simbol budaya lokal seperti bunga higanbana, boneka Hinamatsuri, dan topeng kitsune. Hasil analisis menunjukkan bahwa Silent Hill F tidak hanya menyajikan horor visual, tetapi juga membangun ruang naratif yang kompleks untuk mengeksplorasi trauma sebagai pengalaman yang tidak linier, penuh pengulangan, dan sulit diproses secara utuh. Tubuh karakter dan monster dalam game menjadi arsip dari luka psikologis dan tekanan sosial, merepresentasikan konflik antara kehendak pribadi dan warisan budaya yang tidak dapat ditolak. Simbolisme budaya Jepang digunakan secara intensif untuk memperkuat makna trauma dan transisi identitas, terutama dalam konteks spiritualitas lokal dan norma sosial yang patriarkal. Interaktivitas dalam gameplay memperdalam keterlibatan emosional pemain, menjadikan pengalaman bermain sebagai proses embodied yang menyerupai kondisi traumatis itu sendiri. Pemain tidak hanya menyaksikan penderitaan karakter, tetapi juga ikut mengalami ketegangan melalui eksplorasi ruang, suara ambient, dan perubahan bentuk tubuh yang grotesk. Dengan demikian, Silent Hill F dapat dipahami sebagai teks budaya yang merepresentasikan trauma dan identitas melalui estetika horor yang liminal, simbolik, dan reflektif. Penelitian ini memperlihatkan bahwa game horor Jepang memiliki potensi besar sebagai medium untuk memahami ketegangan antara individu dan struktur budaya yang membentuknya.
References
Beyond Horror Gaming. (2025). Silent Hill F: Monsters Themes & Theories Explained . In Themes & Theories Explained. Beyond Horror Gaming. YouTube. https://youtu.be/elI6GGqmvw4
Caruth, C. (1996). Unclaimed experience: Trauma, narrative, and history. Johns Hopkins University Press.
Creed, B. (1993). The Monstrous-Feminine: Film, Feminism, Psychoanalysis. Routledge.
Foster, M. D. (2009). Pandemonium and Parade: Japanese Monsters and the Culture of Yōkai. University of California Press.
Gaming Harry. (2025). Silent Hill F – Story Explained. In Youtube. Youtube. https://youtu.be/DDj_Sf0OCCs
Hall, S. (1997). Representation: Cultural Representations and Signifying Practices. Sage.
Iwabuchi, K. (2002). Recentering Globalization: Popular Culture and Japanese Transnationalism. Duke University Press.
Kristeva, J. (1982). Powers of Horror: An Essay on Abjection. Columbia University Press.
Sugoii Japan. (2025). 10 Amazing Traditional Japanese Masks and Their Meanings. In Sugoijapan.com. Sugoijapan.com. https://sugoii-japan.com/traditional-japanese-masks-meanings
Whaley, B. (2016). Beyond 8-Bit: Trauma and Social Relevance in Japanese Video Games. University of Michigan Press.
Younis, A., & Fedtke, J. (2024). “You’ve Been Living Here For as Long as You Can Remember”: Trauma in "OMORI’s Environmental Design. Games and Culture, 19(3), 309–336. https://doi.org/10.1177/15554120231162982





















