harmoni FOSTERING HARMONY DURING THE ERA OF RACIAL CONFLICT IN THE 1980S: SOCIAL DYNAMICS BETWEEN JAVANESE DOMESTIC WORKERS AND CHINESE-INDONESIAN HOUSEHOLDS IN SEMARANG
Harmoni Di Tengah Konflik Rasial 1980: Interaksi Sosial Pembantu Rumah Tangga Jawa Dengan Keluarga Tionghoa Di Semarang
DOI:
https://doi.org/10.36526/santhet.v9i3.5536Keywords:
Maid, Conflict, chinese, semarangAbstract
This study explores how Javanese domestic workers interact with Chinese-Indonesian employers in Semarang after 1980, amid ongoing social tensions and ethnic differences in Indonesia. Using a qualitative approach and case study method, data were collected through interviews, observations, and document analysis from several Chinese-Indonesian households employing Javanese domestic workers. The findings reveal that, despite the presence of inequality in the employment relationship, daily interactions often reflect forms of social harmony. This harmony emerges through mutual understanding, cultural tolerance, and various negotiation strategies employed by both parties. Harmony, in this context, does not imply the absence of conflict but rather the ability to manage differences in order to maintain a stable working relationship. This research offers new insights into the intersection of ethnic and class relations in everyday life and contributes to a deeper understanding of interethnic relations and social dynamics in Indonesia.
References
Al Qurtuby, S., & Kholiludin, T. (2021). Tionghoa dan Budaya Nusantara. Semarang: Elsa Press.
Amalia, F. (2015). Etos budaya kerja pedagang etnis Tionghoa di Pasar Semawis Semarang. Solidarity: Journal of Education, Society and Culture, 4(1).
Burhani, A. N. (2021). Dilema minoritas di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Fathy, R. (2019). Modal sosial: Konsep, inklusivitas dan pemberdayaan masyarakat. Jurnal Pemikiran Sosiologi, 6(1), 1–17.
Hafidz, M., & Andriasari, D. (2022). Kajian terhadap kasus penyiksaan ART sebagai bentuk kekerasan domestik baru di Indonesia. Jurnal Riset Ilmu Hukum, 57–62.
Harkantiningsih, N. (2014). Pengaruh kolonial di Nusantara. KALPATARU, Majalah Arkeologi, 23(1), 1–80.
Hidayati, N. (2015). Beban ganda perempuan bekerja (antara domestik dan publik). Muwazah: Jurnal Kajian Gender, 7(2).
Jati, W. R. (2021). Relasi antar umat mayoritas dan minoritas: Studi masyarakat Tionghoa di Surabaya. Harmoni, 20(2), 276–292.
Kurniawan, G. F., Warto, W., & Sutimin, L. A. (2019). Dominasi orang-orang besar dalam sejarah Indonesia: Kritik politik historiografi dan politik ingatan. Jurnal Sejarah Citra Lekha, 4(1), 36–52.
Lombard, D. (1996). Nusa Jawa: Warisan kerajaan-kerajaan konsentris (Vol. 3). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Nurlitasari, F. P., & Ikaningtyas, D. A. A. (2022). Rijsttafel di Jawa masa kolonial Belanda (1900–1942). Kronik: Journal of History Education and Historiography, 6(2).
Nuryadi, N. (2017). Gambaran imperialisasi dan kolonialisasi di Pulau Jawa abad ke-19 dalam travel writing: A Visit to Java karya William Basil Worsfold. Deiksis: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 4(2), 93–103.
Onghokham, R., & JJ, R. (2005). Riwayat Tionghoa Peranakan di Jawa. Komunitas Bambu.
Pino, & Triwahana. (2023). Akulturasi kebudayaan dan peran perekonomian etnis Tionghoa di Kota Semarang 1950–1960. Karmawibangga: Historical Studies Journal, 5(2), 18–40.
Putra, Atmaja, Sodiq. 2017. Konflik Rasial Antara Etnis Tionghoa dengan Pribumi Jawa di Surakarta Tahun 1972-1998. Journal of Indonesian History.
Rahman, N. E. (2013). Konflik dan Kecemburuan Sosial Antara Etnis Tionghoa dan Masyarakat Pandhalungan di Daerah Besuki-Situbondo. Yogyakarta, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, 173-183.
Rokhmansyah, A. (2016). Pengantar gender dan feminisme: Pemahaman awal kritik sastra feminisme. Garudhawaca.
Rustopo, R. (2013). Kontribusi orang-orang Tionghoa di Surakarta dalam kebudayaan Jawa 1895–1998. Dewa Ruci: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni, 8(2).
Setiawan, S. W., & Sibarani, R. (2020). Budaya Srawung sebagai potret toleransi beragama dan bersuku untuk meredam konflik di Kota Semarang. Anthropos, 6(2), 194–204.
Soekiman, D., Bambu, K., & Sunjayadi, A. (2011). Kebudayaan Indis; Dari zaman Kompeni sampai Revolusi.
Suara Merdeka. (1980). Gubernur Jateng Soepardjo: Masyarakat Tionghoa harus sesuaikan lingkungan. Desember. hlm. 2.
Suara Merdeka. (1980). Walikota Solo: Pelajar agar tetap tenang tak terpancing emosi dan hasutan. November. hlm. 8.
Suparlan, P. (2003). Kesukubangsaan dan posisi orang Cina dalam masyarakat majemuk Indonesia. Antropologi Indonesia (71).
Supriyadi, B. (2008). Kajian waterfront di Semarang. Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan Permukiman, 7(1), 50–58.
Suryadi, A. (2023). BAPERKI jalan terjal integrasi Tionghoa di Indonesia. Klaten: Penerbit Lakeisha.
Suryadinata, L. (2002). Negara dan etnis Tionghoa: Kasus Indonesia. Pustaka LP3ES Indonesia.
Wales, R. (2022). Pendidikan Multikultural di Indonesia. Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains Dan Sosial Humaniora, 1(01).
Wawancara: Bapak Andri pada hari Kamis, 01-05-2025, pukul 10.15 WIB.
Wawancara: Bapak Johanes pada hari Selasa, 15-10-2024, pukul 13.44 WIB.
Wawancara: Bapak Untung pada hari Jumat, 14-03-2025, pukul 19.30 WIB.
Wawancara: Ibu Suyani pada hari Sabtu, 10-08-2024, pukul 19.00 WIB.
Wigarani, L., Bain, B., & Witasari, N. (2019). Kerusuhan anti Tionghoa di Semarang tahun 1980. Journal of Indonesian History, 8(2), 113–120.