https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/Crystal/issue/feedJurnal Crystal : Publikasi Penelitian Kimia dan Terapannya2024-10-14T04:46:41+00:00Eko Malismalisgsn@gmail.comOpen Journal Systems<p>Jurnal ini memuat dan menerbitkan artikel sesuai dengan bidang ilmu kimia murni dan terapan yaitu kimia analitik, kimia organik, kimia anorganik, kimia kosmetik, kimia bahan pangan, kimia lingkungan dan kimia edukasi. Terbit dua kali dalam setahun yaitu bulan maret dan september oleh Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas PGRI Banyuwangi.<a href="https://drive.google.com/file/d/1BNhuPbjzNI3Dj-zDxJMTYLyf1EACGtP3/view?usp=drive_link" target="_blank" rel="noopener"> Informasi terbaru Jurnal Crystal 2024</a></p>https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/Crystal/article/view/3606UJI ORGANOLEPTIK DAN KANDUNGAN MINERAL MIE BASAH BERBASIS TEPUNG JEWAWUT (SETARIA ITALICA L.) DAN DAUN KELOR (MORINGA OLEIFERA)2024-10-13T16:52:29+00:00Novi Aryantinovi.neo@gmail.comAyu Indayanti Ismailayuindayantiismail@unsulbar.ac.idDewi Yuniatidewiyuniati@unsulbar.ac.id<p><strong> </strong></p> <p>Mie adalah produk makanan yang digemari oleh masyarakat. Namun, mie memiliki kandungan protein, serat, dan kalsium yang rendah. Peningkatan nilai gizi pada mie dapat dilakukan dengan menggunakan tepung jewawut dan daun kelor. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui tingkat kesukaan melalui uji organoleptik dan profil mutu gizi (protein, lemak, air, abu, karbohidrat, serat kasar, kalsium, zat besi, dan zink. Metode penelitian dilakukan dalam tiga tahapan yaitu formulasi mie basah dalam dua formula yaitu F1 dan F2. Selanjutnya dilakukan uji organoleptik untuk memilih formula terbaik dilanjutkan dengan analisis kandungan gizi yang meliputi analisis proksimat dan uji mineral. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula mie basah yang terpilih berdasarkan uji organoleptik terhadap 30 orang panelis yaitu mie F2 dengan campuran 45 g tepung jewawut, 60 g tepung terigu dan 15 g daun kelor. Mie tersebut mengandung zat gizi per 100 gram yaitu protein 11,89 g, karbohidrat 46,64 g, lemak 1,85 g, serat kasar 0,93 g, zat besi 79,34 mg/kg, kalsium 100,53 mg/kg dan seng 22,66 mg/kg. Oleh karena itu, mie dengan formula terpilih kaya akan nutrisi yang dibutuhkan hadir dalam kebutuhan zat gizi.</p>2024-07-31T00:00:00+00:00Copyright (c) https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/Crystal/article/view/3999ANALISIS KUALITATIF SENYAWA HIDROKUINON MENGGUNAKAN EKSTRAK BUNGA TELANG (CLITORIA TERNATEA L.) SEBAGAI INDIKATOR WARNA2024-10-13T16:52:27+00:00Rika Endara Safitridara_syahdan@yahoo.comHeppy Findariheppyfindari@unibabwi.ac.id<p>Hidrokuinon merupakan salah satu bahan kimia yang sering disalah gunakan dalam kosmetik pemutih. Hidrokuinon jika digunakan secara berlebihan akan memberikan efek samping berupa iritasi kulit, hiperpigmentasi, ochronosis, kemerahan, dan rasa terbakar. Berdasarkan peraturan Badan POM No 17 tahun 2022 tentang persyaratan teknis bahan kosmetik, penggunakan hidrokuinon dalam kosmetik hanya diizinkan untuk kuku artifisial dengan kadar maksimal 0,02%. Berbagai penelitian tentang analisis hidrokuinon secara kuntitatif dan kualitatif telah dilakukan. Hal ini untuk dapat mengidentifikasi kandungan hidrokuinon dalam berbagai bahan kosmetik dengan spesifik, mudah, dan murah. Pada penelitian ini dibuat suatu inovasi produk lain dari bunga telang, yaitu indikator alami untuk menganalisis hidrokuinon secara kualitatif. Warna dari hasil ekstraksi bunga telang dengan menggunakan pelarut etanol lebih cenderung berwarna biru pekat berbeda dengan ekstraksi menggunakan pelarut aquades yang cenderung berwarna ungu. Berdasarkan penelitian ini didapatkan ekstrak bunga telang etanol dapat digunakan sebagai indikator warna pada analisis kuantitatif hidrokuinon dalam kondisi basa (pH 10).</p>2024-08-01T00:00:00+00:00Copyright (c) https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/Crystal/article/view/3661THE EFFECT OF TEMPERATURE AND ROCK SUGAR PERCENTAGE ON POLYPHENOL CONTENT IN PROCESSED RED GINGER (ZINGIBER OFFICINALE VAR. RUBRUM) PRODUCTS2024-10-13T16:52:14+00:00Al Ghifary Marendra Fadzrin1910631230047@student.unsika.acidDessy Agustina Saridessy.agustina8@staff.unsika.ac.idVera Pangni Fahrianivera.pangni@ft.unsika.acid<p>The aim of this study was to determine the effect of evaporation-crystallization operating conditions on the polyphenolic content of red ginger extract (<em>Zingiber officinale</em> var. Rubrum), a medicinal plant known for its multiple health benefits in traditional Asian medicine. Polyphenolic compounds found in red ginger, such as gingerol and shogaol, are potent antioxidants with a variety of therapeutic effects, including antiviral, anticancer, and anti-inflammatory properties. The extraction and crystallization processes are essential to maximizing the bioavailability of these compounds. This study investigated the variation of crystalliser (rock sugar) content and temperature during both processes on the polyphenol content of the samples. In this study, the evaporation-crystallization method was applied to red ginger raw materials to determine the optimal conditions for maintaining polyphenol content. The results showed that red ginger extract before treatment (sample P) had the highest polyphenol content, recorded at about 3150 mg gallic acid/g. Sample SB treated at 80°C with 100% sugar content had a significant polyphenol content of about 2300 mg gallic acid/g. In contrast, increasing the treatment temperature by 10°C (SD sample) resulted in the lowest content measured, indicating a temperature-sensitive condition in the maintenance of polyphenols during the process. Further analysis showed that sugar content had a significant effect on polyphenol stability. This finding contradicts previous studies suggesting that sugar can cause polyphenol degradation. This study suggested that the presence of crystallizing agents may affect the Folin-Ciocalteu reagent used for polyphenol content analysis, leading to higher readings. In addition, this study investigated the polyphenol content in liquid-phase samples (after brewing and dissolution in hot water). The results showed a decrease compared to the solid-phase samples. The decrease in polyphenol content during steeping is consistent with the idea that hot water immersion can dissolve and thus reduce phenolic content. This study highlights the importance of extraction-crystallization parameters on the quality of red ginger extracts and suggests that control of temperature and sugar concentration can significantly improve polyphenol stability, thereby optimizing the therapeutic potential of red ginger products. Comparisons with commercial products highlight the superior polyphenol content of the study samples, supporting tailored extraction methods to maximize health benefits.</p> <p> </p> <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kondisi operasi evaporasi-kristalisasi terhadap kandungan polifenol pada ekstrak jahe merah (<em>Zingiber officinale</em> var. Rubrum), sebuah tanaman obat yang terkenal dalam pengobatan tradisional Asia karena beragam manfaat kesehatannya. Senyawa polifenolik yang terdapat dalam jahe merah, seperti gingerol dan shogaol, adalah antioksidan kuat yang menawarkan berbagai efek terapeutik, termasuk antiviral, antikanker, dan antiinflamasi. Proses ekstraksi dan kristalisasi sangat penting untuk memaksimalkan bioavailabilitas senyawa ini. Penelitian ini mengkaji tentang variasi persentase agen kristalisasi (gula batu) dan suhu selama kedua proses tersebut terhadap kandungan polifenol sampel. Penelitian ini menggunakan metode evaporasi-kristalisasi pada bahan baku jahe merah untuk menentukan kondisi optimal dalam mempertahakan kadar polifenolnya. Hasil menunjukkan bahwa ekstrak jahe merah sebelum perlakuan (sampel P) memiliki kandungan polifenol tertinggi, tercatat sekitar 3150 mg asam galat/g. Sampel SB yang diperlakukan dengan kandungan gula 100% pada 80°C memiliki kandungan polifenol signifikan sekitar 2300 mg asam galat/g. Sebaliknya, peningkatan suhu perlakuan sebesar 10°C (sampel SD) menghasilkan kandungan terendah yang diukur, menunjukkan kondisi yang sensitif terhadap suhu dalam menjaga polifenol selama proses berlangsung. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa kandungan gula berdampak signifikan terhadap stabilitas polifenol. Sebuah temuan yang bertentangan dengan studi sebelumnya yang menyarankan gula dapat menyebabkan degradasi polifenol. Penelitian ini mengemukakan bahwa keberadaan agen kristalisasi dapat mempengaruhi reagen Folin-Ciocalteu yang digunakan untuk analisis kandungan polifenol, menyebabkan nilai yang diukur lebih tinggi. Selain itu, penelitian ini mengeksplorasi kandungan polifenol dalam sampel fase cair (pasca penyeduhan – pelarutan ke dalam air panas). Hasilnya menunjukkan penurunan dibandingkan dengan sampel fase padat. Penurunan tingkat polifenol selama penyeduhan sesuai dengan gagasan bahwa perendaman air panas dapat melarutkan dan dengan demikian mengurangi kandungan fenolik. Penelitian ini menekankan pentingnya parameter ekstraksi-kristalisasi terhadap kualitas ekstrak jahe merah dan menyarankan bahwa kontrol suhu dan konsentrasi gula dapat meningkatkan stabilitas polifenol secara signifikan, sehingga mengoptimalkan potensi terapeutik produk jahe merah. Perbandingan dengan produk komersial menonjolkan kandungan polifenol yang superior dari sampel penelitian, mendukung metode ekstraksi yang disesuaikan untuk memaksimalkan manfaat kesehatan.</p> <p> </p> <p> </p>2024-09-30T15:29:53+00:00Copyright (c) https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/Crystal/article/view/3532PENGGUNAAN PRIMER GEN CYTOCHROME OXIDASE 1 DALAM REAKSI POLYMERASE CHAI REACTION (PCR) UNTUK IDENTIFIKASI KANDUNGAN BABI PADA MAKANAN 2024-10-13T16:52:16+00:00Elfira Rosa Paneelfirarosapane_uin@radenfatah.ac.idLeni Legasarilenilegasari_uin@radenfatah.ac.idIntan Mardinielfirarosapane_uin@radenfatah.ac.id<p>Muslims make up the majority of the population in Indonesia so halal food safety is of paramount importance. From a religious and health perspective, adulteration and contamination of Sus scrofa meat is considered a violation of halal norms. Sus scrofa is often used to adulterate beef to take advantage of the physical resemblance and price difference. The need to identify Sus scrofa meat contamination in food products was highlighted in this study. After a successful isolation process, the Polymerase Chain Reaction (PCR) method was used to validate the presence of porcine DNA. PCR utilizes primers specifically made to replicate specific DNA sequences associated with pigs. PCR testing provides precise results for pig DNA, ensuring the accuracy of detection of pork contamination in foodstuffs. This research contributes to efforts to maintain halal food safety in Indonesia by emphasizing the important role of PCR in the detection process of Sus scrofa meat.</p> <p> </p>2024-09-30T15:27:56+00:00Copyright (c) https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/Crystal/article/view/3894THE STRUCTURE, SYNTHESIS, AND APPLICATIONS OF POLYPHOSPHAZENES POLYMERS: MINI-REVIEW2024-10-13T16:52:25+00:00Riandy Putrariandy@mipa.upr.ac.idCarissa Hertiningtyasriandy@mipa.upr.ac.id<p>The advancement of technology in inorganic polymers and their application in diverse sectors like electronics, medicine, and defense has experienced significant growth. Studies indicate that artificially created inorganic polymers can display distinct physical and chemical characteristics. Among these, polyphosphazenes stand out as a widely explored category, with over seven hundred polymers successfully synthesized. These polymers possess exceptional attributes such as self-extinguishing behavior, hydrophobicity, and biocompatibility, making them a focal point for researchers in the field of polymer science. The distinctive features are attributed to the phosphazene main chain, which incorporates two side groups in each repetitive unit, allowing for the substitution with other organic compounds to manifest various specific properties.</p>2024-09-30T00:00:00+00:00Copyright (c) https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/Crystal/article/view/3835POTENSI AKTIVITAS SERAPAN UV PADA BERBAGAI PELARUT EKSTRAK KELAKAI MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS2024-10-13T16:52:12+00:00Lidya Tesalonikalidyatesalonika22@gmail.comEka Jhonatan Krissilvioekjhntnk@gmail.comRisfa Aliya Al-Hadialiyarisfa@gmail.comRisfiah Ruli Cahyanirisfiahruli01@mhs.mipa.upr.ac.idMuhammad Hasanul Haqmuhhasanulhaq@mhs.mipa.upr.ac.idLilis Rosmainarlilisrosmainar@mipa.upr.ac.id<p>Kelakai (Stenochlaena palustris) is a type of fern that is often found in the lowland swamps of Central Kalimantan, Indonesia. This research aims to determine the potential of kelakai leaf extract as a natural sunscreen by looking at absorption in the UV region using UV-Vis spectrophotometry. Kalakai extract is dissolved in various solvents, namely ethanol, n-hexane, acetone, ethyl acetate, and water). The absorbance of each solution was measured using a UV-Vis spectrophotometer in the wavelength range 200-400 nm. The UV spectrum shows that the ethanol and acetone extracts show strong absorption in the UV-A and UV-B regions, with absorbance peaks at 400 nm (467.549) and 380 nm (480.925). Water, ethyl acetate and n-hexane kalakai extracts showed good absorbance in the UV-C region, with absorbance peaks at 240 nm (636,406), 280 nm (582,943) and 260 nm (224,063), respectively. This research shows that kelakai leaf extract has the potential to be used as a natural sunscreen, with varying effectiveness depending on the solvent used.</p> <p> </p> <p>Kelakai (Stenochlaena palustris) merupakan salah satu jenis tumbuhan paku yang banyak terdapat di rawa-rawa dataran rendah Kalimantan Tengah, Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak daun kelakai sebagai tabir surya alami dengan melihat serapan pada wilayah UV menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Ekstrak kalakai dilarutkan dalam berbagai pelarut yaitu etanol, n-heksana, aseton, etil asetat, dan air). Absorbansi setiap larutan diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada rentang panjang gelombang 200-400 nm. Spektrum UV menunjukkan bahwa ekstrak etanol dan aseton menunjukkan serapan yang kuat di daerah UV-A dan UV-B, dengan puncak absorbansi pada 400 nm (467,549) dan 380 nm (480,925). Ekstrak air, etil asetat dan n-heksana kalakai menunjukkan serapan yang baik di daerah UV-C, dengan puncak absorbansi masing-masing pada 240 nm (636,406) , 280 nm (582,943) dan 260 nm (224,063). Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak daun kelakai berpotensi untuk digunakan sebagai tabir surya alami, dengan efektivitas yang bervariasi tergantung pada pelarut yang digunakan.</p> <div id="urban-overlay" style="left: -10px; top: -10px; width: 0px; height: 0px;"> </div>2024-09-30T15:34:42+00:00Copyright (c) https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/Crystal/article/view/4250KARAKTERISASI KOMPOSISI KIMIA DAN POTENSI PEMANFAATAN CAMPURAN TANAH GAMBUT KALIMANTAN TIMUR DENGAN FLY ASH DAN BOTTOM ASH UNTUK PERTANIAN2024-10-13T16:52:10+00:00Imran2208054008@webmail.uad.ac.idFarrah Fadhillah Hanumfarrah.hanum@che.uad.ac.idBudi Setya Wardhana2308054013@webmail.uad.ac.idTotok Eka Suhartofarrah.hanum@che.uad.ac.idAnnisa Vada Febrianifarrah.hanum@che.uad.ac.id<p>The utilization of coal combustion waste, specifically fly ash and bottom ash, as a soil amendment offers an opportunity to enhance the fertility of peat soils in East Kalimantan, which typically have low levels of essential nutrients such as nitrogen (N), phosphorus (P), and potassium (K). This study aims to evaluate the impact of adding coal ash on peat soil's chemical composition and quality as a growing medium. The chemical composition analyzed includes alumina (Al₂O₃), silica (SiO₂), phosphorous anhydride (P₂O₅), iron(III) oxide (Fe₂O₃), and calcium oxide (CaO). X-ray Fluorescence (XRF) was used to determine changes in nutrient content. The results indicate that adding coal ash increases the levels of potassium (K) and silica (SiO₂), but decreases the levels of nitrogen (N) and phosphorus (P₂O₅). Additionally, adding coal ash affects soil pH, which impacts nutrient availability. These findings indicate that while coal ash can enhance soil enrichment with potassium and silica, its impact on nitrogen, and phosphorus must be carefully managed to optimize fertilization and promote healthy plant growth.</p>2024-09-30T15:36:55+00:00Copyright (c) https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/Crystal/article/view/4278ANALISIS SIFAT FISIKA DAN SIFAT KIMIA GEL BIODIESEL DARI MINYAK BIJI PALEM PUTRI (Adonidia merrillii)2024-10-13T16:52:07+00:00Hamim Mahfudhillahhamimtm@gmail.comArinza Aulydiana Nabihaharinzanabihah@gmail.comHana Haifa Choirudinlangitbiru1157@gmail.comSiti Imroatul Khuriyah sitiimroatulkhuriyah@madrasah.kemenag.go.id<p>Biodiesel is an alkyl ester of long-chain fatty acids, the most common of which are methyl esters or ethyl esters. The manufacturing process involves esterification and transesterification. Traditional sources of biodiesel raw materials such as palm oil, soybeans, and jatropha have been widely studied. The princess palm, widely known as an ornamental plant, produces fruit containing seeds with quite high oil potential. This research aims to produce biodiesel and determine the physical and chemical properties from putri palm seeds. This research is experimental research with a quantitative descriptive approach. Putri palm seed oil is extracted using the soxhletation method with n-hexane solvent. The oil was then esterified using methanol with a catalyst of 1% sulfuric acid with a mole ratio of oil and methanol of 1:8 at a temperature of 60°C for 3 hours. The esterified oil is then transesterified using methanol and KOH with a methanol to oil ratio of 1:20 with KOH of 0.8% for 2 hours at a temperature of 60°C. This research has succeeded in making biodiesel from putri palm seeds. The biodiesel produced is in the form of a gel referred to as biodiesel gel with a yellowish brown color with a density of 1,236 gr/ml and a pour point of 36-38°C. The FFA/ALB value is 0.587%, the acid number is 1.177 mg KOH/g, the IOD number is 34.514 (g-I2/100 g), the saponification number is 63.19 mg KOH/g, the heating value is 48.088 MJ/Kg, and the cetane number 38,620. The IOD number, saponification number, and heating value meet the SNI standards for liquid biodiesel in general, while the cetane number and ALB value are close to SNI standards.</p>2024-09-30T15:37:54+00:00Copyright (c) https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/Crystal/article/view/4330 SINTESIS HIJAU DAN KARAKTERISTIK NANOPARTIKEL TiO2 MENGGUNAKAN EKSTRAK DAUN KETAPANG (TERMINALIA CATAPPA) DAN AKTIVITAS FOTOKATALITIKNYA DALAM DEGRADASI METILEN BIRU 2024-10-13T16:52:19+00:00Erlinda Ameliaerlinda.20022@mhs.unesa.ac.idDina Kartika Maharani dinakartika@unesa.ac.id<p>Metode sintesis hijau telah berhasil menghasilkan nanopartikel TiO2 dengan bantuan ekstrak daun ketapang untuk agen penstabil dan pereduksi. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat nanopartikel TiO2 menggunakan ekstrak daun ketapang dengan variasi volume ekstrak 10 mL; 20 mL; 30 mL; dan 40 mL, serta untuk mengetahui karakteristik nanopartikel TiO2 melalui uji karakterisasi menggunakan FT-IR dan XRD. Penelitian ini menggunakan metode sintesis hijau sol-gel untuk mesintesis nanopartikel TiO2 dengan ekstrak daun ketapang sebagai agen pereduksi dan agen penstabil. Hasil uji karakterisasi nanopartikel TiO2 menjelaskan ukuran kristal TiO2 dengan variasi ekstrak daun ketapang 10 mL; 20 mL; 30 mL; dan 40 mL, secara berturut-turut adalah 8,5 nm; 6,8 nm; 6,3 nm; dan 5,8 nm. Aktivitas fotokatalitik TiO2 ekstrak daun ketapang volume 40 mL terhadap degradasi metilen biru menghasilkan massa nanopartikel TiO2 optimum yaitu 30 mg yang berhasil mendegradasi hingga 75,99%. Waktu kontak optimum yaitu 80 menit yang berhasil mendegradasi sebanyak 75,99%. Konsentrasi metilen biru optimum 5 ppm yang berhasil terdegradasi hingga 77,33%.</p>2024-09-30T15:25:11+00:00Copyright (c) https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/Crystal/article/view/4258PENGARUH FREKUENSI, WAKTU, JENIS KAIN, DAN SUHU TERHADAP HASIL WARNA DARI DAUN TARUM (INDIGOFERA TINCTORIUM)2024-10-13T16:51:36+00:00Awwalia Shohwatul Madinad500200040@student.ums.ac.idDestia Ardhana Eka Putrid500200040@student.ums.ac.idNiken Ayu Anggreinid500200040@student.ums.ac.idHaryantod500200040@student.ums.ac.idMuh Thoyibd500200040@student.ums.ac.id<p>Tarum (<em>Indigofera tinctorium</em>) tumbuhan berbentuk perdu yang hidup liar disekitar rumah, padang dan sawah. Bagian tumbuhan ini yang dapat digunakan sebagai pewarna alami adalah daunya yang akan menghasilkan warna biru atau warna indigo dari pigmen alami berupa flavonoid. Flavonoid merupakan senyawa kimia yang membuat ekstrak tumbuhan menjadi berwarna kuning, coklat ataupun biru. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh dari perbandingan frekuensi, jenis kain, suhu dan waktu pencelupan terhadap hasil warna dari daun tarum (<em>Indigofera tinctorium</em>). Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan analisis panjang gelombang warna menggunakan visible spectrum kualitas warna terbaik dihasilkan pada frekuensi 8 kali pencelupan selama 30 detik dengan panjang gelombang warna yang lebih rendah yaitu sebesar α = 428 nm. Warna terbaik juga dihasilkan pada suhu 40ºC dengan waktu pencelupan 30 detik dengan panjang gelombang warna sebesar α = 410 nm. Dan jenis kain terbaik adalah kain katun jepang.</p>2024-09-30T15:41:50+00:00Copyright (c) https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/Crystal/article/view/4419PENGARUH VARIASI RAGI, WAKTU FERMENTASI DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN CUKA (VINNEGAR) DARI JAMBU KRISTAL (PSIDIUM GUAJAVA)2024-10-14T04:46:41+00:00Aprilia Wangi wibowoekomalis@unibabwi.ac.idEko Malisekomalis@unibabwi.ac.idQurrata Ayunqurataayun@unibabwi.ac.id<p>Kabupaten Banyuwangi merupakan sentra penghasil Jambu kristal terbesar di jawa timur. Maka untuk meningkatkan nilai ekonomisnya jambu kristal dibuat vinnegar (cuka). Cuka dapat dibuat dengan fermentasi etanol secara anaerob dilanjutkan dengan fermentasi asetat. Tahap pertama Jambu kristal difermentasi secara anaerob dengan optimasi massa gula 0; 2.5; 5; 7.5; dan 10 gram. Optimasi hari 1; 3; 5; 7;9. bakteri <em>Sacchamoryces cerevisiae</em>) diperoleh dari penambahan ragi konstan sebersar 5 gram. Dari optimasi tersebut nilai persentase alkohol sebesar 6% didapat dari massa ragi 5 gram; selama 6 hari pada suhu kamar.</p> <p>Tahap kedua adalah fermentasi secara aerob mengubah etanol menjadi asam asetat dengan penambahan bakteri (<em>Acetobacteri Acetii</em>) sebanyak 2,5 mL setiap sampel difermentasi selama 9 hari dengan suhu ±25ᵒC. Vinnegar/cuka jambu kristal hasil optimal diperoleh pada variasi gula 5 gram dengan waktu 9 hari hasil dari uji keasaman cuka adalah 0,19 %. Untuk uji organoleptik aroma setiap sampel kecut khasnya cuka namun lebih pekat di variasi gula 5 gram, untuk warna lebih coklat di bagian gula 5 gram, tidak di temukan keberadaan jamur disetiap sampel. Kesimpulan dari pembuatan cuka jambu kristal adalah massa gula 5 gram dan waktu fermentasi anaerob 6 hari, perbandingan yang optimal untuk perlakuan fermentasi tersebut adalah 1:1.</p>2024-09-30T00:00:00+00:00Copyright (c)