https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/BIOSENSE/issue/feedJURNAL BIOSENSE2024-06-20T09:37:48+00:00Hasyim As'ari, M.Pd.ejournal@unibabwi.ac.idOpen Journal Systems<p><a href="https://sinta.kemdikbud.go.id/authors/profile/5985024">https://sinta.kemdikbud.go.id/authors/profile/5985024</a><a href="https://sinta.kemdikbud.go.id/authors/profile/6028107">https://sinta.kemdikbud.go.id/authors/profile/6028107</a>Jurnal Biosense (jurnal penelitian biologi dan terapannya), terbit berkala pada bulan Juni dan Desember, setiap edisi-nya maksimal dapat memuat sebanyak 20 naskah artikel. saat ini telah terakreditasi sinta 5 <a href="https://sinta.kemdikbud.go.id/journals/detail?id=8364"><img src="/public/site/images/nurchayati/sinta_s52.jpg"></a></p>https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/BIOSENSE/article/view/3418IDENTIFIKASI MANGROVE DI WILAYAH PESISIR DESA BAGAN DALAM KABUPATEN BATU BARA 2024-06-19T17:12:16+00:00Dian Puspitasaridianri04@gmail.comSurya Fajridianri04@gmail.comIndra Satriadianri04@gmail.comRiska Hariyanidianri04@gmail.comAbdul Malik Kamarullah Lubisdianri04@gmail.comRumiatidianri04@gmail.comAisyah Alfaresadianri04@gmail.comNauval Mustofadianri04@gmail.comAl Imran Simanjuntakdianri04@gmail.com<p><em>Mangroves are an ecosystem environment located in tidal areas, where significant interactions occur between seawater, brackish water, rivers, and land. This interaction causes high diversity in the form of marine, freshwater, and terrestrial plants and animals in mangrove areas. Mangroves have many benefits, both ecologically and economically. The distribution of mangroves in Indonesia is very wide, including in the area of Batu Bara Regency, and information on mangrove identification in Batu Bara Regency, one of which is for Bagan Dalam village, is still minimal. The purpose of this study was to record the types of mangroves in Bagan Dalam village. The method used is an exploratory method, which records all types of mangroves in the research area. Mangroves in Bagan Dalam village consist of Acanthus ilicifolius species,</em><em> Acrostichum speciosum, Avicennia marina, </em><em>Clerodendrum inerme,</em><em> Excoecaria agallocha, Morinda citrifolia, Nypa fruticans, Pluchea indica, Rhizophora apiculata, Sonneratia alba, Sonneratia ovata, Spinifex sp., Terminalia catappa, and Wedelia biflora. Water quality consists of temperature, pH, and salinity. The temperature value is 29.2<sup>0</sup>C, the pH value is 7, and the salinity value is 18.2‰.</em></p>2024-06-18T01:56:03+00:00Copyright (c) 2024 JURNAL BIOSENSEhttps://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/BIOSENSE/article/view/3425ANALISIS MIKROPLASTIK YANG TERAKUMULASI PADA BIVALVIA DI EKOSISTEM MANGROVE KUALA LANGSA2024-06-19T17:12:13+00:00Muhammad Junaidinai.pendidikanbiologi@gmail.comAbdul L. Mawardimawardibio@unsam.ac.idTri Mustika Sarjanimawardibio@unsam.ac.id<p><em>Kuala Langsa merupakan kawasan padat penduduk di perairan hutan mangrove. Cemaran mikroplastik di perairan menjadi permasalahan yang cukup serius bagi organisme perairan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan jenis mikroplastik dan jenis bivalvia yang banyak mengandung mikroplastik. Penelitian ini merupakan penelitian survey dan pengambilan sampel menggunakan transek. Pengambilan sampel terbagi menjadi 2 lokasi yaitu dekat pemukiman warga dan kawasan hutan mangrove. Jenis bivalvia yang didapat yaitu kerang dara (Anadara granosa), kerang lokan (Geloina erosa) dan kerang kepah (polymesoda erosa). Pengamatan partikel mikroplastik dilakukan dengan menggunakan mikroskop stereo dilaboratorium FKIP Biologi Universitas Syahkuala. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga spesies bivalvia mengandung partikel mikroplastik yang bervariasi. Mikroplastik yang ditemukan berbentuk fragmen, Line dan film. Berdasarkan lokasi pengambilan sampel bahwa lokasi pertama yaitu dekat daerah pemukiman warga ditemukan mikroplastik sebanyak 16 partikel dari 2 spesies Bivalvia. Sedangkan lokasi kedua yaitu di daerah kawasan hutan mangrove ditemukan sebanyak 12 partikel dari 3 spesies Bivalvia. Berdasarkan perhitungan partikel mikroplastik setiap spesies bivalvia bahwa jenis kerang darah (Anadara granosa) paling banyak terakumulasi oleh mikroplastik.</em></p>2024-06-18T02:07:37+00:00Copyright (c) 2024 JURNAL BIOSENSEhttps://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/BIOSENSE/article/view/3444POTENSI KONTAMINASI KAPANG PADA ASINAN KUBIS (SAUERKROUT) 2024-06-19T17:12:09+00:00Amanda Novitasarinovitasariamanda8@gmail.comVhita Syukrya Arinivitasyukria@gmail.comInayatul Maulainayaaa0@gmail.comNur Imamahnrmmh32@gmail.comHasyim As'arihasyim.asari22@gmail.comLailatun Nazilahhasyim.asari22@gmail.comMaqiyatul Mukarromahhasyim.asari22@gmail.comPutri Utamihasyim.asari22@gmail.comErina Agustinhasyim.asari22@gmail.com<p>Kubis atau sawi putih (<em>Brassica oleracea</em>) merupakan sayuran yang banyak mengandung vitamin, karbohidrat, protein dan mineral. Kubis memiliki masa simpan yang terbatas karena memiliki kadar air yang tinggi dan mudah membusuk. Kubis yang diawetkan menjadi sauerkraut (asian kubis Jerman) melalui proses fermentasi, menghasilkan produk dengan sifat inderawi yang khas, terutama pada aroma dan rasa. Tujuan penelitian adalah menganalisis karakteristik sauerkraut dari kubis atau sawi putih melalui proses fermentasi dengan variasi konsentrasi garam yang berbeda. Konsentrasi garam dalam asinan kubis sangat penting terhadap kandungan total padatan terlarut (TPT) seperti kadar air, tekstur, warna, serta aroma pada asinan kubis. Berdasarkan hasil uji organoleptik pada setiap asinan kubis pada 4 perlakuan dengan variasi konsentrasi garam yang berbeda diantaranya; 1.7%, 2.3%, 3%, 3,7% namun dengan bobot kubis yang sama yakni 300gr. Hasil perlakuan terbaik terdapat pada perlakuan ke-1 yakni menggunakan kadar garam 1.7% dengan berat garam 5gr terdapat jumlah koloni bakteri yang paling sedikit serta aroma yang netral.</p>2024-06-18T02:40:20+00:00Copyright (c) 2024 JURNAL BIOSENSEhttps://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/BIOSENSE/article/view/3541IDENTIFIKASI PTERYDOPHYTA DI KAWASAN UNIVERSITAS SAMUDRA2024-06-19T17:12:04+00:00Futria Halimatunfutriaanwar@gmail.comSrijayanthifutriaanwar@gmail.comNur Ainifutriaanwar@gmail.comIndri Harianifutriaanwar@gmail.comResa Tiarafutriaanwar@gmail.comWelli Wandarifutriaanwar@gmail.comBaiti Hasanahfutriaanwar@gmail.com<p><em>Tumbuhan tingkat rendah yang disebut pakis (Pteridophyta) berkembang biak menggunakan spora daripada biji. Tumbuhan paku (Pteridophyta) yang merupakan anggota famili Lygodiaceae, Lomariopsidaceae dan Dryopteridaceae yang paling banyak ditemukan di kawasan Universitas Samudra. penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi spesies Pterydophyta yang ada dikawasan universitas samudra. Penelitian ini menggunakan pendekatan survei eksplorasi dan deskriptif,teknik pengumpulan data Dengan cara memeriksa morfologi dan deskripsi tanaman tersebut.sampel diidentifikasi menggunakan buku Kunci identifikasi yaitu buku taksonomi tumbuhan. Dalam penelitian ini di dapatkan 14 spesies Pterydophyta yang berbeda, yang dibagi menjadi 9 famili yaitu famili Polipodiaceae, Nefrolepidaceae, Dryopteridaceae, Lygodiaceae, Stenochlaena, Gleicheniaceae, Thelypteridaceae, Lomariopsidaceae, Pteridaceae.</em></p> <p> </p> <p><em>Keywords:<strong> Identifikasi;</strong></em><strong><em>Pteridophyta;Universitas Samudra</em></strong>.</p> <p> </p> <p><strong><em>Abstract </em></strong></p> <p><em>Lower plants called ferns (Pteridophyta) reproduce using spores rather than seeds. Ferns (Pteridophyta) which are members of the Lygodiaceae, Lomariopsidaceae and Dryopteridaceae families are most commonly found in the Samudra University area. This research aims to identify Pterydophyta species in the Ocean University area. This research uses an exploratory and descriptive survey approach, data collection techniques by examining the morphology and description of the plants. The samples were identified using the key identification book, namely the plant taxonomy book. In this study, 14 different species of Pterydophyta were obtained, which were divided into 9 families, namely the Polypodiaceae, Nephrolepidaceae, Dryopteridaceae, Lygodiaceae, Stenochlaena, Gleicheniaceae, Thelypteridaceae, Lomariopsidaceae, Pteridaceae families.</em></p> <p><em> </em></p> <p><em>Keywords: <strong>I</strong></em><strong><em>dentification; Pteridophyta; Samudra University</em></strong><strong><em>.</em></strong></p> <p> </p>2024-06-18T03:32:03+00:00Copyright (c) 2024 JURNAL BIOSENSEhttps://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/BIOSENSE/article/view/3565KARAKTERISTIK MORFOMETRIK BIVALBIA DI KAWASAN PADAT INDUSTRI DI PESISIR LANGKAT SUMUTRA UTARA2024-06-19T17:12:01+00:00Indri Harianiindrihariani40@gmail.comAbdul L. Mawardimawardibio@unsam.ac.idT. Hadi Wibowo Atmajamawardibio@unsam.ac.id<p><em>The coastal area of Pangkalan Susu is a place with diverse marine biota. Apart from being a spawning place and source of nutrition, coastal areas are also a source of food for various marine biota, including gastropods and bivalves</em></p> <p><em>Morphometry is the size or comparison of external body size between one part and another. This research was carried out in September 2023 on the coast of Pangkalan Susu, Langkat Regency. Sampling was carried out in plots. Bivalves are grouped into 3 length classes, namely small size (1.0 cm – 2.0 cm), medium size (2.1cm – 3.0 cm), large size (>3.1cm). Based on the collection of bivalve species at each location, 3 species of bivalves were obtained. The 3 species of bivalves obtained were Anadara granosa, Placuna placenta and Atrina pectinata. All bivalve species are large in size. Morphometrics of the three bivalve species showed that location 1 showed higher values compared to location 1 in terms of length, width and weight.</em></p> <p><em>Key words: <strong>Bivalves; Morphometrics; Pangkalan Susu.</strong></em></p>2024-06-18T04:28:28+00:00Copyright (c) 2024 JURNAL BIOSENSEhttps://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/BIOSENSE/article/view/3686PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK DAUN KELOR (Moringa oleifera L.) TERHADAP MORTALITAS Sitophilus zeamais Motsch. 2024-06-19T17:11:57+00:00Restiani Sih Harsantirestiani.sh@unej.ac.idRatna Mustika Yasirestiani.sh@unej.ac.id<p><em>Corn is the strategic commodity in Indonesia. The quality of many domestic corn does not meet feed factory standards. High yield losses icause of damage due to warehouse pests. Sitophilus zeamais Motsch or powder beetle is a warehouse pest that causes seeds to become hollow, break quickly and disintegrate into flour. Sitophilus zeamais Motsch pest control still relies on synthetic pesticides. The use of synthetic pesticides will cause various negative impacts such as pest resistance, residue, resurgencies, high costs and environmental pollution. One alternative for controlling Sitophilus zeamais Motsch is to use natural ingredients, namely Moringa. Moringa leaves contain phenol, hydroquinone, flavonoids, steroids, triterpenoids, tannins, alkaloids and saponins. The experiment began by drying 10 grams of Moringa leaves. then puree using a blender and continue with maceration. 200, 400, 600, 800, and 1000 mg of Moringa leaf powder were dissolved in 1 L of distilled water solution and left for 24 hours. After 24 hours, the solution was filtered 3 times so that all the substances contained in the Moringa leaves are extracted. The insecticide was tested by observing the number of S. zeamais pests that died when given Moringa leaf extract. The mortality data that was obtained was analyzed using ANOVA, if there was a real effect then continued using the 5% DMRT test. Determination of LC50 using a probit test. Moringa extract can function as a vegetable insecticide for S.zeamais. The higher concentration of Moringa leaf extract can increase the mortality of S.zeamais</em></p>2024-06-18T05:25:30+00:00Copyright (c) 2024 JURNAL BIOSENSEhttps://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/BIOSENSE/article/view/3740KAJIAN ETNOZOOLOGI MASYARAKAT DI KECAMATAN RANTOE PEUREULAK DALAM KONSERVASI GAJAH SUMATRA (Elephas maximus sumatranus) 2024-06-19T17:11:52+00:00Muhammad Junaidinai.pendidikanbiologi@gmail.comDwi Adrisa Zuhradwiadrisazhr04@gmail.comSetyokodwiadrisazhr04@gmail.comEkariana S. Pandiadwiadrisazhr04@gmail.com<p><em>Konservasi satwa liar adalah tindakan melindungi spesies yang terancam punah dan hampir punah dengan melestarikan habitat aslinya. Konservasi ini dapat berhubungan langsung dengan etnozoologi. Etnozoloogi merupakan bagian dari bidang etnobiologi yang mempelajari tentang pengetahuan, pemanfaatan satwa berkaitan dengan budaya masyarakat. Etnozoologi juga dapat ditemukan pada tipe masyarakat tertentu akan menggambarkan persepsi, pengetahuan, perlindungan, dan partisipasi masyarakat dalam konservasi satwa. Gajah Sumatra (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa yang termasu dalam spesies mamalia darat terbesar di Pulau Sumatra, yang saat ini telah berstatus terancam punah. Hal ini disebabkan oleh faktor masyarakat yang belum paham akan pentingnya menjaga lingkungan sebagai tempat tinggal dari Gajah Sumatra yang mengakibatkan gajah datang kedalam permukiman masyarakat. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui Etnozoologi masyarakat dan upaya masyarakat dalam pelestarian Gajah Sumatra yang berada di Desa Seumanah Jaya Kecamatan Rantoe Peureulak. Hasil penelitian didasarkan dari survei di 6 dusun di kabupaten Aceh Timur kecamatan Rantoe Peureulak tepatnya di desa Seumanah Jaya dengan sampel 90 responden yang diberikan kuesioner dan wawancara dengan teknik purposive sampling. Data etnis masyarakat terdiri dari; Aceh, Gayo, Jawa, dan Batak. Etnozoologi masyarakat diambil dari tingkat kesadaran masyarakat akan perlindungan satwa antara lain; pengetahuan, konflik, pelestarian dan partisipasi dengan persentase pengetahuan berada pada pesersentase 52,83%, Konflik 58,88%, Pelestarian 61,66%, Partisipasi 58,02%. Dari hasil tersebut diharapkan masyarakat untuk mengurangi kegiatan yang bersinggungan dengan Gajah Sumatra agar populasi Gajah terjaga dan masyarakat mendapatkan hasil yang baik pula. </em></p>2024-06-18T11:49:36+00:00Copyright (c) 2024 JURNAL BIOSENSEhttps://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/BIOSENSE/article/view/3796IDENTIFIKASI KEANEKARAGAMAN INVERTEBRATA DI KAWASAN PANTAI BERAWE KABUPATEN LANGKAT2024-06-19T17:11:49+00:00m rizky parliansyahrizkyparli0103@gmail.comIndriatyindriaty@unsam.ac.idDini Fitriaindriaty@unsam.ac.idSetyokoindriaty@unsam.ac.id<p>Pantai Berawe merupakan salah satu pantai yang terletak di Pulau Kampai. Kondisi pantai yang masih lumayan baik dan tergolong belum rusak menjadikan sepanjang pantai pulau kampai memiliki sumber daya alam kekayaan spesies hewan Filum invertebrata yang sangat banyak Tujuan penelitian ini untuk menjadi informasi mengenai kualitas dan kelimpahan fauna Pantai Berawe ditinjau dari keberadaan komunitas invertebrata. Peneltian ini dilaksanakan pada bulan desember 2023 di kawasan Pantai Berawe Kabupaten Langkat. Pengambilan data hewan invertebrata dilakukan dengan metode jelajah. Sampel hewan invertebrata pada setiap stasiun kemudian dihitung indeks keanekaragaman dan indeks kemerataan. ditemukan 7 spesies hewan invertebrata yaitu <em>Donax cuenatus</em>, <em>Anadara granosa</em>, <em>Coenobita perlatus</em>, <em>Clibanarius vittatus</em>, <em>Scylla serrata</em>, <em>Lingula unguis</em>, dan <em>Harpiosquilla raphidea.</em> Keanekaragaman pada ketiga stasiun berada pada kategori sedang karena bisa dibuktikan dari nilai H' yang lebih dari 1 yaitu 1,3750916 dan indeks kemerataan di dapatkan pada kategori komunitas tidak stabil karena nilai E lebih kecil dari 0,75 yaitu 0,7066573.</p>2024-06-18T12:14:34+00:00Copyright (c) 2024 JURNAL BIOSENSEhttps://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/BIOSENSE/article/view/3834RESPON MORFOLOGIS DAN FISIOLOGIS BUNGA SEDAP MALAM (Polianthes tuberosa L.) DENGAN PAPARAN RETARDANT2024-06-20T09:37:48+00:00Sri Wijayantisriwijayantiyanti420@gmail.comTristi Indah Dwi Kurniasriwijayantiyanti420@gmail.comFuad Ardiyansyahsriwijayantiyanti420@gmail.comHasyim As'arihasyim.asari22@gmail.comEko Malissriwijayantiyanti420@gmail.com<p>Bunga sedap malam (<em>Polianthes tuberosa L.)</em> merupakan tanaman hias dengan aroma yang khas dan cukup populer dikalangan masyarakat. Potensi permintaan bunga sedap malam yang tinggi, membuat tanaman bunga sedap malam banyak dibudidayakan pada area lahan terbuka yang luas. Namun pada beberapa tahun terakhir permintaan bunga sedap malam tidak hanya diminati dalam bentuk bunga potong dan tabur melainkan juga dalam bentuk bunga pot. Cara mendapatkan bentuk sebagai bunga hias pot dengan pemberian zat pengatur tumbuh <em>retardant.</em> Penelitian ini mengunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan 3 kali ulangan 5 perlakuan 0 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian kosentrasi <em>retardant</em> pada respon morfologis hanya berpengaruh nyata pada jumlah kuntum bunga, sedangkan pada respon fisiologis hanya berpengaruh pada pigmen daun. Kosentrasi <em>retardant</em> diberikan hingga 400 ppm masih belum mendapatkan hasil yang optimum.</p>2024-06-19T13:33:46+00:00Copyright (c) 2024 JURNAL BIOSENSEhttps://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/BIOSENSE/article/view/3848STUDI ETNOBOTANI KEANEKARAGAMAN TANAMAN PANGAN SEBAGAI REFERENSI KETAHANAN PANGAN MASYARAKAT USING BANYUWANGI2024-06-19T17:11:40+00:00Erni Duwi Susanticakiranam1@gmail.comN. Nurchayaticakiranam1@gmail.comFuad Ardiyansyahcakiranam1@gmail.comTristi Indah Dwi Kurniacakiranam1@gmail.comKhoirul Anamcakiranam1@gmail.com<p>Etnobotani merupakan interaksi antara masyarakat, lingkungan, dalam pemanfaatan tumbuhan, keanekaragaman tanaman yang dimanfaatkan mampu mengatasi kondisi ketahanan pangan. Jenis penelitian deskriptif eksploratif bertujuan untuk mengetahui tanaman pangan sebagai referensi ketahanan pangan masyarakat suku Using di Banyuwangi. Adapun metode yang digunakan adalah wawancara terstruktur dan wawancara semiterstruktur dengan keterlibatan aktif peneliti dalam kegiatan masyarakat. Penelitian dilakukan di lima kecamatan yaitu kecamatan Glagah, kecamatan Giri, kecamatan Singojuruh, kecamatan Kabat, dan kecamatan Rogojampi. Hasil penelitian yaitu terdapat 40 jenis tanaman pangan yang digunakan masyarakat suku Using. Dari 40 jenis tanaman pangan terdapat 10 jenis tanaman dengan prosentase tertinggi yaitu diperoleh presentase padi 11%, bawang merah 11%, bawang putih 11%, cabai 11%, kelapa 10%, kunyit 8%, ubi jalar 10%, ubi kayu 10%, asam 10%, dan pisang 8%. Tanaman pangan terdiri dari kategori bahan pangan utama, bahan pangan tambahan, rempah-rempah, dan polong-polongan. Tanaman pangan masyarakat suku Using dapat dijadikan daya dukung ketahanan pangan karena mudah ditemukan, dan memiliki nilai gizi yang tinggi. Upaya konservasi yang dilakukan masyarakat yaitu dengan menanam tanaman pangan di lingkungan pekarangan rumah dan persawahan.</p>2024-06-19T13:46:54+00:00Copyright (c) 2024 JURNAL BIOSENSEhttps://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/BIOSENSE/article/view/3849MORFOMETRI KEPITING BAKAU (Scylla paramamosain) DI KAWASAN MANGROVE PANTAI PULAU SANTEN BANYUWANGI2024-06-19T17:11:35+00:00Ida Lutiya Lutiyafiransyah2512@gmail.comAgus Sufadjarifiransyah2512@gmail.comN. Nurchayatifiransyah2512@gmail.comFitri Nurmasarifitrihamid@unibabwi.ac.idMoh. Firmasyahfiransyah2512@gmail.com<p><em>Mangrove crab (Scylla paramamosain) is one of crab species that live in mangrove area. The purpose of this research was to obtain the morphometric and alometric of mangrove crab in mangrove area in santen island Banyuwangi. The sample of this research were taken by used transek methode by divide the area in to 3 stations. The first station was located in upper course of mangrove, the second station in down stream of mangrove, and the third station in the middle of mangrove zone. This research was measure about carapac length (CL), carapac width (CW), abdoment leng (AL), abdoment width (AW), hand bite length (HBL), hand bite width (HBW), frontal length (FL), and frontal width (FW). The alometric was observed about relation of morphometric measurement and bodymass in female and male of crab. The result of this research showed 3 species from all of the stations. But the focus of measurement was in one species called Scylla paramamosain. The result of male morphometric measurement minimal CL: 6,5 cm, CW: 8,5 cm, AL: 4 cm, AW: 1,5 cm, HBL: 10 cm, HBW: 1,5 cm, FL: 1 cm, FW: 2 cm, Body mass: 200 gram. Maximum CL: 9 cm, CW: 10 cm, AL: 4 cm, AW: 2 cm, HBL: 8,25 cm, HBW: 2,75 cm, FL: 1,5 cm, FW: 3 cm, Body mass: 500 gram. Al though in female measurement minimal CL: 5 cm, CW: 7,5 cm, AL: 3 cm, AW: 2,5 cm, HBL: 2 cm, HBW: 1,5 cm, FL: 1 cm, FW: 2 cm, Body mass: 200 gram. Maximum CL: 7,5 cm, CW: 11 cm, AL: 3 cm, AW: 5 cm, HBL: 4 cm, HBW: 5 cm, FL: 2 cm, FW: 4 cm, Body mass: 300 gram. The alometric result of male crabs was 0,98, that means negative alometric because it was less than 3 point. The negative alometric also happen in female crabs. The conclusion of the measurement is produce a negative growth pattern in male and female crabs</em></p>2024-06-19T14:03:49+00:00Copyright (c) 2024 JURNAL BIOSENSEhttps://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/BIOSENSE/article/view/3850KEANEKARAGAMAN DAN POLA DISTRIBUSI BIVALVIA DI TELUK PANGPANG BLOK JATI PAPAK TAMAN NASIONAL ALAS PURWO BANYUWANGI2024-06-19T17:11:31+00:00Lutfiatus Zahrocakiranam7@gmail.comHasyim As’aricakiranam7@gmail.comFuad Ardyansyahcakiranam7@gmail.comIrqami Rachma Dwi Dagsyfiransyah2512@gmail.comMoh. Firmansyahfiransyah2512@gmail.com<p><em>Alas Purwo National Park in Banyuwangi is one of the conservation areas of mangrove forest potential big enough one of them is the </em><em>Teluk </em><em>Pangpang </em><em>Blok </em><em>Jati Papak which is the intertidal area, a lot of marine life that live in the region one of which is the bivalves. This study aims to determine </em><em>diversity</em><em> and the distribution pattern of bivalves in the </em><em>Teluk</em><em> Pan</em><em>g</em><em>pang </em><em>Blok </em><em>Jati Papak. This study was conducted in 25 Mei</em> <em>- June 1, 2016. Determination of the sampling method used in this research is purposive sampling. Sampling sites are divided into three stations, with the distance between stations is 500 m, in each station there are four transects on each transect contained 10 plot. set the distance between transects 15 m and the distance between the plots 5 m with a plot measuring 2 × 2m. Measurement parameters abiotic do is measure temperature, salinity and pH. The research found 8 species of bivalves that Anomalodiscus squamosus, Placamen chlorotica, Pitar citrus, Chamelea gillina, Mactra grandis, Hiatula chinensis, Tellina timorensis, Anadara granosa. An index value of diversity bivalves in the </em><em>Teluk </em><em>Pangpang</em><em> Blok Jati</em><em> Papak categorized as low, with the highest index value at station 1 at 0.766 and the lowest at station 2 by 0.66. Biavalvia distribution patterns in the region are random in species Anomalodiscus squamosus, Pitar citrus, Chamelea gillina, Mactra grandis, Hiatula chinensis, Tellina timorensis, Anadara granosa and are clustered in Placamen chlorotica species. </em></p>2024-06-19T14:14:38+00:00Copyright (c) 2024 JURNAL BIOSENSEhttps://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/BIOSENSE/article/view/3851KELIMPAHAN DAN POLA DISTRIBUSI ZOOPLANKTON DI PERAIRAN PULAU SANTEN BANYUWANGI2024-06-19T17:11:26+00:00Nanik Sartikakayumimeilana@gmail.comTristi Indah Dwi Kurniakayumimeilana@gmail.comFitri Nurmasarikayumimeilana@gmail.comFuad Ardiyansyahkayumimeilana@gmail.comYuristya Kayumi Meilanakayumimeilana@gmail.com<p>Pulau Santen yang menjadi tempat wisata merupakan salah satu bentuk kawasan mangrove yang menjadi rumah bagi banyak organisme hidup. Salah satu organisme yang ada di dalam air yaitu Zooplankton yang berfungsi sebagai konsumen bahan organik di dalam air. Kelimpahan dan pola sebaran zooplankton sangat dipengaruhi oleh ketersediaan makanan dan menggambarkan kualitas suatu lingkungan perairan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kelimpahan dan pola sebaran zooplankton di perairan Pulau Santen Banyuwangi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Juli 2016 di perairan Pulau Santen Banyuwangi. Identifikasi zooplankton dilakukan di Laboratorium Shrimp Club Indonesia (SCI) Karangharjo Kecamatan Kalipuro Kabupaten Banyuwangi. Metode pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling yang dilakukan secara sistematis pada area yang telah ditentukan. Hasil penelitian di perairan Pulau Santen Banyuwangi, ditemukan 13 jenis zooplankton yaitu Acartia bifilosa, Tortanus Derjugini, Copepoda naplius, Echinocamptus hiemalis elongates, Polychaeta, Microstella sp., Temaro sp., Brachyura larvae, Oithana sp., Labidocera pavo, Alpheida, Lecane papuana, dan Ostrocoda. Kelimpahan zooplankton tertinggi pada stasiun 1 dimiliki Acartia bifilosa dengan nilai 1277 individu/l, pada stasiun 2 larva Bracyura dengan nilai 480 individu/l, sedangkan kelimpahan ketiga stasiun dimiliki Oithana sp. dengan nilai 797 individu/l. Kelimpahan zooplankton pada setiap stasiun berbeda-beda, diduga karena ketersediaan fitoplankton sebagai makanannya berbeda-beda pula. Pola penyebaran zooplankton di perairan Pulau Santen Banyuwangi secara keseluruhan dari 13 jenis zooplankton yaitu, hasil yang didapatkan pada penelitian relatif datar secara acak. Pola penyebaran zooplankton di perairan Pulau Santen Banyuwangi didukung oleh pH, kecerahan dan suhu.</p>2024-06-19T15:04:25+00:00Copyright (c) 2024 JURNAL BIOSENSEhttps://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/BIOSENSE/article/view/3852DINAMIKA HARIAN PLANKTON DI TELUK PANGPANG BLOK JATI PAPAK TAMAN NASIOAL ALAS PURWO2024-06-19T17:11:19+00:00Nurul Alfiyatun Nasukakurniawanridho247@gmail.comHasyim As’arikurniawanridho247@gmail.comRidho Kurniawankurniawanridho247@gmail.comFuad Ardiyansyahfiransyah2512@gmail.comFitri Nurmasarifiransyah2512@gmail.com<p><em>National Park Alas purwo is one the conservation areas have a fairly extensive mangrove forest and one of them is the area Bay Pangpang Blok Jati Papak. Mangrove forest have many functions that many marine organisms that occupy the regions one of the region one of which is plankton. Plankton are organisms that are generally relatively small size and its movement depends on the direction of water flow. </em><em>Plankton are organisms that are generally relatively small size and its movement depends on the direction of water flow. This study aims to determine the abundance and dynamics of plankton daily in at Bay Pangpang Block Jati Papak Nasional Park Alas Purwo. This study was conducted in May-June, 2016. The method used in this research is purposive sampling to determine the point where the (station), and sampling performed every 2 hours over a period of 24 hours. Abiotic parameters include measurements temperature, pH and light penetration. The research found that 13 spec</em><em> Nitzchia sp, Oedogonium sp, Vaucheria sp, Eretmocaris, Dracia moluska, Amfipod, Micracia, Glaucothoe peroni, Candacia truncata, Candacia curta, Subbeucalamus crassus, Candacia bradi dan Undinula vulgaris.</em><em> The highest abundanc species of phytoplankton that Nitzchia sp, while the highest abundance of zooplankton that is Candacia truncata species. The highest dynamics of plankton occurs at the time of sampling 07.00 dean in the number of species found are 7 to fotoplankton species and 16 species of zooplankton.</em></p>2024-06-19T15:28:35+00:00Copyright (c) 2024 JURNAL BIOSENSEhttps://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/BIOSENSE/article/view/3855PENGARUH WAKTU PENYERBUKAN TERHADAP KUALITAS HASIL TANAMAN MELON (Cucumis melo L) DENGAN PERKAWINAN SILANG TANAMAN SEMANGKA (Citrullus vulgaris L)2024-06-19T17:11:15+00:00Adik Sugeng Widodokholiisa.18@gmail.comHasyim As'arikholiisa.18@gmail.comTristi Indah Dwi Kurniakholiisa.18@gmail.comAmanda Novitasarinovitasariamanda8@gmail.com<p><em>Decreased production of melon (Cucumis melo L) which is due to constraints in fruit quality decreases due to the ability of fruit formation is naturally low due to a failure in the process of pollination. The success of pollination it self is influenced by the maturity of the male flowers and female flowers itself. Therefore we need a suitable time to perform pollination to see the stigma receptivity and pollen viability at the same level. To overcome these problems need to develop crops melon (Cucumis melo L) through the technique of cultivation is called plant breeding to obtain the production of melon (Cucumis melo L) qualified by determining the time of pollination and crossed with a watermelon (Citrullus vulgaris L). This research is experimental research design using a randomized block design (RAK) 1 factor with 5 treatment combinations and each treatment using 10 replications. The treatment factors are as follows: PA = at 05:00 to 06:00, PB = at 07:00 to 08:00, PC = at 09:00 to 10:00, PD = at 11 : 00 to 12:00 and PE = at 13:00 to 14:00. The data were collected and presented in tables and statistical analysis of test One-Way ANOVA (Analysis Of Variance). If there is a real difference followed by testing of LSD (Least Significant Difference) (p <0.05). Statistical analysis One-Way ANOVA test and LSD show that there is the influence of pollination time on the fruit weight, average fruit diameter and weight of seed resulting from cross-breeding melon (Cucumis melo L) and watermelon (Citrullus vulgaris L). Data show that the PA treatment is the best treatment compared with other treatments. This happens Because the quality of pollen in the morning are of better quality compared to during the day so that pollen powderd in the morning better able to fertilize the pistil to the maximum.</em></p>2024-06-19T15:52:03+00:00Copyright (c) 2024 JURNAL BIOSENSEhttps://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/BIOSENSE/article/view/3856ANALISIS KANDUNGAN MIKROPLASTIK PADA SALURAN PENCERNAAN IKAN DI PPI SELILI SAMARINDA KALIMANTAN TIMUR2024-06-19T17:11:11+00:00Wifa Rasuna Yasminwifa.rasuna@gmail.comMasitahwifa.rasuna@gmail.comZenia Lutfi Kurniawatiwifa.rasuna@gmail.comRuqoyyah Nasutionwifa.rasuna@gmail.com<p><em>Analysis of Microplastic Content in Fish Digestive Tracts at PPI Selili Samarinda, East Kalimantan. The aim is to determine the type of microplastic content in marine fish at PPI Selili Samarinda. The type of research is qualitative research with analytical descriptive methods. The samples used were flying fish (Decapterus spp.), milkfish (Chanos chanos), white tuna (Thunus sp.), red snapper (Lutjanus sanguineus), and white trevally (Caranx sexfasciatus). The indicators of microplastics used in this research are the results of identifying microplastics based on shape and size. The research results showed that the fish samples contained microplastic particles including fiber, fragments, film and monofilament, with the fiber type being the most dominant. In flying fish (Decapterus spp.) the size of microplastics ranges from 768.28µm - 1,175.85µm for fiber type, 421.85µm - 955.89µm for fragment type, 812.45µm- 1,102.79µm for film type, and 1,592.59µm for monofilament type. Milkfish (Chanos chanos) ranges from 686.89µm - 814.95µm for fiber type, 267.79µm - 814.46µm for fragment type, 296.25µm - 755.70µm for film type, and 1,310.46µm - 1,374.86µm for monofilament type. White tuna (Thunus sp.) ranges from 457.41µm - 1,149.24µm for fiber type, 305.04µm - 601.01µm for fragment type, 374.74µm for film type, and 1,175.66µm for monofilament type. Red snapper (Lutjanus sanguineus) ranges from 408.02µm - 642.05µm for fiber type, 714.9µm - 804, 47µm for fragment type, 514.01µm - 852.96µm for film type, and 639.88µm - 1,196.88µm for monofilament type. White pompano (Caranx sexfasciatus) ranges from 535.63µm - 671, 82µm for fiber type, 205.23µm - 764.04µm for fragment type, 761.73µm - 783.88µm for film type, and 617µm for monofilament type.</em></p> <p> </p> <p>Analisis Kandungan Mikroplastik pada Saluran Pencernaan Ikan di PPI Selili Samarinda Kalimantan Timur. Bertujuan untuk mengetahui jenis kandungan mikroplastik pada ikan laut di PPI Selili Samarinda. Jenis penelitiannya penelitian kualitatif dengan metode deskriptif analitis. Sampel yang digunakan ikan layang (<em>Decapterus</em> spp.), ikan bandeng (<em>Chanos chanos</em>), ikan tongkol putih (<em>Thunus</em> sp.), ikan kakap merah (<em>Lutjanus sanguineus</em>), dan ikan kuwe putih (<em>Caranx sexfasciatus</em>). Indikator dari mikroplastik yang digunakan pada penelitian ini yaitu hasil identifikasi mikroplastik berdasarkan bentuk dan ukuran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel ikan mengandung partikel mikroplastik diantaranya berjenis fiber, fragmen, film dan monofilament, dengan jenis fiber yang paling mendominasi. Pada ikan layang (<em>Decapterus</em> spp.) ukuran mikroplastik berkisar 768,28µm - 1.175,85µm untuk jenis fiber, 421,85µm - 955, 89µm jenis fragment, 812,45µm- 1.102,79µm jenis film, dan 1.592,59µm jenis monofilament. Ikan bandeng (<em>Chanos chanos</em>) berkisar 686,89µm - 814,95µm jenis fiber, 267,79µm - 814,46µm jenis fragment, 296,25µm - 755,70µm jenis film, dan 1.310,46µm - 1.374,86µm jenis monofilament. Ikan tongkol putih (<em>Thunus</em> sp.) berkisar 457,41µm - 1.149,24µm jenis fiber, 305,04µm - 601, 01µm jenis fragment, 374,74µm jenis film, dan 1.175,66µm jenis monofilament. Ikan kakap merah (<em>Lutjanus sanguineus</em>) berkisar 408,02µm - 642,05µm jenis fiber, 714,9µm - 804, 47µm jenis fragment, 514,01µm - 852,96µm jenis film, dan 639,88µm - 1.196,88µm jenis monofilament. Ikan kuwe putih (<em>Caranx sexfasciatus</em>) berkisar 535,63µm - 671, 82µm jenis fiber, 205,23µm - 764,04µm jenis fragment, 761,73µm - 783,88µm jenis film, dan 617µm jenis monofilament.</p>2024-06-19T16:05:36+00:00Copyright (c) 2024 JURNAL BIOSENSE